Baca Juga: 10 Contoh Twibbon Tahun Baru Islam 1443 H yang Diperingati 10 Agustus 2021, Ayo Download!
Mbah
Lalu apa itu merdeka?
Haruskah ada Proklamasi lagi
Sedang Soekarno telah mati
Mbah
Sebelum wafatmu kau bicara
Mahardika itu kudu berilmu
Berbudi pekerti luhur
Bukan cuma soal bebas dari Jepang atau Belanda
Tapi menang dari pembodohan
Yang mungkin datang dari bangsa sendiri
Lalu aku duduk termangu
Mengenang para leluhur Nusantara
Sanjaya dan Purnawarman
Leluhur kebudayaan tanah dan kebudayaan air
Merah Darahku, Putih Tulangku!
oleh: Norman Adi Satria
“Merah darahku, putih tulangku!”
Mari sejenak kita renungi lagi sebaris ungkapan itu
apakah sekedar permainan kata
yang bila meminjam istilah Jawa:
sekedar “nggatuk-nggatukke” saja
agar senada dengan warna Sang Bendera;
atau ada sebuah filosofi yang secara sadar maupun tidak sadar
menjadikan kita bangsa yang paling toleran terhadap sesama?
Merah darahku!
Bukan biru!
Karena keningratan memang selayaknya tak dimaknai secara dangkal
sebagai sebuah kebetulan terlahir dari rahim istri atau gundik tuan terhormat
namun sebuah kehormatan yang dianugerahkan atas apa yang kita perbuat.
Tak melakukan apa-apa bagi bangsa dan negara
hendak dicatat apa kau sebagai siapa?
Tak laku lagi Adigang itu:
aku anak cucu itu, maka kau harus anu.
Putih tulangku!
Bukan kulitku!
Karena bicara Indonesia, warna kulit tak semestinya jadi problema
Mau kulitmu hitam aspal, cokelat silverqueen, kuning berkarat
atau putih-putih melati alibaba, merah-merah delima pinokio
kita semua sudara, manunggal dalam penyusuan Sang Ibu.
Mengapa kini kau ributi berapa centi lebar kelopak mata:
sipit sedikit kau laknati Cina?