PEMBRITABOGOR.COM - Institut Teknologi Bandung (ITB) memberlakukan kebijakan baru yang mewajibkan mahasiswa penerima beasiswa keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk bekerja paruh waktu di kampus. Kebijakan ini diumumkan oleh Direktorat Pendidikan ITB melalui email yang disampaikan kepada mahasiswa penerima beasiswa, dengan tujuan agar mereka dapat berkontribusi dalam kegiatan akademik dan administrasi di lingkungan kampus.
Namun, keputusan tersebut menuai kritik dari sejumlah mahasiswa. Banyak yang menganggap kebijakan ini memberatkan dan menimbulkan kesan ketidakikhlasan dari pihak kampus, mengingat tugas utama perguruan tinggi adalah menyediakan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.
"Kebijakan ini seolah-olah memaksakan mahasiswa untuk bekerja demi mendapatkan keringanan, padahal pendidikan adalah hak yang seharusnya difasilitasi oleh negara dan lembaga pendidikan," ujar salah satu perwakilan Keluarga Mahasiswa (KM) ITB dalam sebuah konsolidasi terbuka.
Dalam email tersebut, Direktorat Pendidikan menguraikan beberapa bentuk kontribusi yang diharapkan dari mahasiswa penerima keringanan UKT.
Bentuk pekerjaan paruh waktu yang bisa dilakukan mahasiswa meliputi tugas sebagai asisten mata kuliah atau praktikum, menjalankan tugas administratif di fakultas, sekolah, atau program studi, serta membantu kegiatan bimbingan kemahasiswaan dan akademik.
Selain itu, mahasiswa juga diharapkan memberikan tutorial bagi mahasiswa lain yang memerlukan bantuan akademik atau mendampingi dalam kegiatan lomba.
KM ITB menyoroti adanya ancaman yang disampaikan dalam email tersebut. Pihak kampus menyebutkan bahwa status beasiswa mahasiswa bisa dievaluasi ulang jika mereka tidak bersedia menjalankan kewajiban paruh waktu.
"Ancaman ini mencerminkan ketidakikhlasan pihak kampus dalam memberikan bantuan pendidikan, yang seharusnya diberikan tanpa syarat tambahan yang memberatkan," lanjut perwakilan KM ITB.
Tidak lama setelah kebijakan ini diumumkan, unggahan mengenai kewajiban kerja paruh waktu ini viral di media sosial. Beberapa tangkapan layar email yang diduga dikirim oleh pihak kampus beredar luas, mengundang respons negatif dari mahasiswa dan alumni.
Salah satu akun Instagram mahasiswa ITB, @km.itb, mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap kebijakan ini.
"Kebijakan ini memaksa mahasiswa yang sudah terbebani dengan biaya kuliah untuk bekerja di kampus demi mendapatkan keringanan. Hal ini tidak adil," tulisnya.
Selain itu, KM ITB juga melakukan konsolidasi terbuka pada 24 September 2024 di Lapangan Merah, Seni Rupa ITB, untuk merespons kebijakan tersebut.
Mereka berusaha mengumpulkan masukan dari mahasiswa melalui perwakilan Kesma/Kesra HMJ dan Senator utusan lembaga.
Pertanyaan-pertanyaan yang terkumpul kemudian akan disampaikan kepada Direktorat Pendidikan ITB untuk mendapat klarifikasi lebih lanjut.
Mahasiswa Penerima Beasiswa UKT Dipaksa Kerja Paruh Waktu
Dalam kebijakan ini, mahasiswa diminta untuk mengisi formulir yang berisi pertanyaan tentang kesediaan mereka untuk menjadi asisten mata kuliah atau menjalani tugas administratif.
Mahasiswa juga diminta untuk memilih mata kuliah yang akan mereka bantu, serta mengisi jenis pekerjaan administratif atau teknis yang akan mereka lakukan di Direktorat Pendidikan ITB.
Tenggat waktu pengisian formulir tersebut awalnya ditetapkan pada 27 September 2024.
Namun, setelah kontroversi ini mencuat dan menuai banyak kritik dari mahasiswa, formulir tersebut ditutup lebih awal pada 25 September 2024. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Direktorat Pendidikan ITB terkait penutupan formulir tersebut.
Dalam unggahan di akun X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) @tileho****, dijelaskan bahwa ada berbagai opsi pekerjaan paruh waktu yang bisa dipilih oleh mahasiswa penerima beasiswa.
Opsi tersebut mencakup berbagai posisi, seperti helpdesk di Direktorat Pendidikan, staf administrasi di Direktorat Kampus Jatinangor dan Cirebon, hingga pembuatan konten materi untuk mata kuliah Matematika, Kimia, Fisika, dan Komputasi.
Mahasiswa yang merasa keberatan dengan kebijakan ini menyerukan penghentian komersialisasi pendidikan tinggi di ITB.
"Sudah saatnya kita menolak segala bentuk komersialisasi di kampus ini. Pendidikan seharusnya menjadi hak yang tidak boleh diperdagangkan," tulis KM ITB dalam unggahan di media sosial mereka.***