PR BOGOR - Fenomena kelangkaan alat kontrasepsi di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia ternyata menjadi sebuah ancaman.
Pasalnya, kelangkaan alat kontrasepsi ini membuat kehamilan tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) dan kehamilan yang belum dikendaki (misstime pregnancy) menjadi melonjak.
Diberitakan di Pikiranrakyat-tasikmalaya.com, Sabtu 11 Juli 2020, hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo di Jakarta 10 Juli 2020.
Baca Juga: Erick Thohir 'Menangis Lihat Ini', Bos-bos BUMN Pelesiran Ke Ciiwdey Bandung di Tengah Covid-19
Namun Hasto mengungkapan melonjaknya fenomena kehamilan tidak dikehendaki dan kehamilan yang belum dikendaki ini berdampak pada meningkatnya angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kurang gizi, dan kematian ibu dan bayi.
"Dampak dari unwanted pregnancy ada kekerasan dalam rumah tangga, ada perceraian, ada stunting, yang imbas berikutnya kematian ibu dan kematian bayi," jelasnya di Gedung BKKBN.
Studi kantor pusat UNFPA berkolaborasi dengan Avenir Health, John Hopkins University (USA), Victoria University (Australia) mengindikasikan, ada 47 juta perempuan diperkirakan tidak dapat mengakses metode kontrasepsi.
Baca Juga: Buru Si Pengguna Twitter, Polisi Ungkap Alasan Karyawan Telkomsel Bongkar Data Denny Siregar
Konsekuensinya, ada tujuh juta kehamilan tidak diinginkan (KTD) di negara-negara berkembang selama 6 bulan lockdown.