Pemerintah Ingin Pilkada 2020 Tetap Digelar Tahun ini, Perludem: Masih Sangat Riskan

- 29 Mei 2020, 16:22 WIB
ILUSTRASI. Pekerja menyortir lembaran cetakan surat suara beberapa waktu lalu. Jelang Pilkada Serentak, DPD RI kritisi pemborosan kertas.*
ILUSTRASI. Pekerja menyortir lembaran cetakan surat suara beberapa waktu lalu. Jelang Pilkada Serentak, DPD RI kritisi pemborosan kertas.* /ANTARA/

PIKIRAN RAKYAT BOGOR - Di tengah kondisi tanah air yang hingga saat ini masih dilanda wabah virus corona, kini pemerintah mulai memunculkan wacana penyelenggaraan Pilkada 2020 agar bisa tetap digelar tahun ini.

Akan tetapi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai jika Pilkada 2020 tetap digelar tahun ini masih sangat riskan.

Pasalnya, penanganan COVID-19 yang hingga saat ini kasusnya masih belum menunjukkan penurunan secara nasional menjadi alasan utama penundaan Pilkada tersebut.

Baca Juga: Mampu Kendalikan COVID-19, Tegal Jadi Kota Percontohan Tatanan New Normal di Jawa Tengah

Sehingga, opsi menunda sampai 2021 masih dianggap hal yang paling relevan.

Dalam sebuah diskusi virtual, Kamis 28 Mei 2020, Deputi Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menuturkan keinginan kukuh pemerintah menggelar Pilkada di bulan Desember 2020 membuat seolah tak ada opsi lain untuk menggelar Pilkada yang lebih aman. Padahal, sejumlah stakeholder telah merumuskan sejumlah opsi lain yakni Maret 2021 dan September 2021.

"Kami sudah mengeluarkan petisi online agar pilkada ditunda 2021. Karena rasanya enggak mungkin, risikonya terlalu besar melaksanakan pilkada di Desember 2020," tutur Khoirunnisa.

Baca Juga: Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia Melonjak, 28 Mei 2020: Pasien Positif Mencapai 24.538 Orang

Lebih lanjut Khoirunnisa menyatakan bahwa banyak potensi persoalan yang mesti jadi perhatian pemerintah ketika merencanakan penyelenggaraan pilkada pada Desember 2020.

Seperti pelaksanaan proses verifikasi faktual terhadap calon kepala daerah dan kampanye para calon. Kemudian, pencocokan dan penelitian daftar pemilih serta biaya penyelenggaraan pemilu yang kemungkinan butuh anggaran ekstra untuk jaminan kesehatan.

"Kalau kita bicara pemilu kan tidak hanya hari-H. Di Indonesia tahapan pemilu itu panjang dan kompleks. Secara undang-undang membuat orang berkumpul. Apalagi berdasarkan rapat kemarin tahapan dimulai 15 Juni," jelasnya.

Sumber artikel dari Pikiran-Rakyat.com dengan judul "Perludem Sebut Penyelenggaraan Pilkada 2020 Masih Riskan Dilakukan"

Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada pun nyatanya tidak memberikan sebuah solusi terkait permasalahan tersebut.

Sebab, perppu tersebut hanya mengatur soal kewenangan KPU menunda pilkada secara nasional dan pelaksanaan pilkada yang diundur dari semula September ke Desember. Belum lagi kesiapan KPU yang masih dipertanyakan.

"Kalau (tahapan) dilaksanakan 15 Juni 2020, rasanya PKPU jadwalnya belum ada. Bagaimana mau menyiapkan itu semua?" tutur dia.

Baca Juga: Protes RUU Keamanan Nasional, Polisi Tembakan Peluru Merica untuk Bubarkan Massa Demonstran

Di sisi lain, dikarenakan masalah sarana dan prasarana, opsi pemungutan suara elektronik atau e-voting pada Pilkada di tengah pandemi ini belum bisa dijalankan di Indonesia.

Selain itu, sistem tersebut tak bisa tergesa-gesa diterapkan hanya karena beberapa negara lain sudah melakukannya.

"Kita belajar dari situng (sistem perhitungan) 2019 lalu, walau tak resmi banyak salah jumlah. Orang ribut, diungkit-ungkit sampai sekarang," pungkasnya.***

Editor: Miftah Hadi Sopyan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x