Komentari Soal 6 Alasan Pemerintah Bubarkan FPI, Refly Harun: Menegakkan Hukum, Tak Boleh Subjektif

- 1 Januari 2021, 17:43 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun./Instagram/@reflyharun/
Pakar hukum tata negara, Refly Harun./Instagram/@reflyharun/ /



PR BOGOR - Pembubaran Front Pembela Islam (FPI) yang disahkan pemerintah pada 30 Desember 2020 lalu memang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Gabungan aparat Polri dan TNI juga telah menggeruduk markas dan mencopot seluruh atribut FPI di Petamburan.

Sementara itu, FPI akhinya membentuk organisasi baru bernama Front Persatuan Islam.

Baca Juga: Sempat Panas ke Malaysia Soal Parodi Lagu Indonesia Raya, Eh Pembuatnya Bocah SMP di Cianjur

Pakar hukum tata negara, Refly Harun mengulas mengenai alasan pembubaran FPI melalui kanal Youtube pribadinya.

Seperti diketahui, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej mengungkapkan bahwa pelarangan organisasi Front Pembela Islam (FPI) setidaknya didasarkan oleh enam alasan.

Pertama, keberadaan UU No. 17 Tahun 2013 sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2017 tentang Ormas terkait dengan tujuan untuk menjaga eksitensi idelogi dan konsensus bernegara Pancasila, UUD 1945, keutuhan negara, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Manchester United vs Aston Villa: Presentase Kemenangan MU Capai 61 Persen

Menurut Refly Harun, terkait alasan yang pertama ia mempertanyakan apakah FPI termasuk yang anti pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"So far saya tidak melihat itu, paling tidak dalam dua bulan terakhir ketika saya coba mendalami soal FPI. Saya sudah sampaikan dalam pidato 212, Habib Rizieq bicara revolusi akhlak dalam perspektif pancasila secara rinci," ujar Refly Harun.

Menurutnya, dalam pidato Habib Rizieq Shihab itu tidak ada pertentangan sama sekali dengan pancasila. Justru Habib Rizieq "seolah-olah mempromosikan kembali pancasila".

Baca Juga: 1,8 Juta Dosis Vaksin Sinovac Tiba di Bio Farma Bandung, Ini Cara Ridwan Kamil Pastikan Keamanannya

FPI bersama aliansinya, yakni Aliansi Nasional Anti Komunis NKRI justru melakukan aksi unjuk rasa untuk mempertahankan pancasila dan menolak rancangan UU HIP yang akan membelah pancasila serta lebih mengutamakan pasal gotong royong dibanding Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bahkan, kata dia, ketika membentuk organisasi Front Persatuan Islam, mereka mengatakan bahwa perjuangan agama dan bangsa didasarkan pada pancasila dan UUD 1945.

"Jadi menurut saya, secara faktual itu tidak benar kalau FPI dianggap berusaha mengubah ideologi negara atau menentang pancasila," katanya.

Baca Juga: Akses Live Streaming Ikatan Cinta Jumat, 1 Januari 2021: Bagaimanakah Nasib Aldebaran dan Andin?

Kedua, isi anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas.

"Mengenai anggaran dasar ini, kita tahu bahwa ada negosiasi antara pemerintah dan FPI ketika mendaftar," ungkap dia.

Ia mengatakan, pemerintah keberatan dengan penggunaan kata-kata tertentu dan FPI berupaya mengubah kata-kata tersebut dan menjelaskan maksudnya.

Baca Juga: Parodi Lagu Indonesia Raya Ternyata WNI, Polri Tangkap Pelaku di Cianjur, Jawa Barat

"Sebenarnya tinggal dinegosiasikan saja, kalaupun kemudian tidak tercapai negosiasinya, tidak ada alasan juga untuk membubarkan FPI selama tidak bertentangan dengan hukum," tuturnya.

Ketiga, FPI belum memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas yang berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019, sesuai dengan Keputusan Mendagri tanggal 20 Juni 2014.

Refly Harun menuturkan, eksistensi suatu organisasi tidak tergantung pada adanya SKT atau tidak.

Baca Juga: Ramalkan 2021, Denny Darko Sebut Bakal Ada Kabar Duka dari Kalangan Artis: Nggak Senior-senior Amat

Sebab dalam Undang-Undang mengatakan ada dua bentuk ormas, yaitu ormas berbadan hukum dan ormas yang tidak berbadan hukum.

Ormas yang tidak berbadan hukum, kata dia, ada yang terdaftar mendapatkan SKT dan ada yang tidak.

"Ini aneh, tapi sekali lagi, kalau tidak mendaftar atau mendaftar bukan berarti ormas itu illegal, karena kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pendapat itu dijamin oleh konstitusi," katanya.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta Jumat, 1 Januari 2021: Bagaimanakah Nasib Aldebaran dan Andin Selanjutnya?

"Jadi terlalu mengada-ada mengenai diktum yang ketiga ini," imbuhnya.

Keempat, kegiatan ormas tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 59 ayat (3), Pasal 59, dan Pasal 82 UU Ormas.

Refly Harun mengatakan, harus dilihat juga apakah ketentuan pasal tersebut dilakukan FPI atau tidak.

Baca Juga: FPI Dibubarkan, Simpatisan HRS Bentuk 'Front Pejuang Islam', Mahfud MD: Asal Tak Langgar Hukum

Karena seperti diketahui, pasal tersebut berisi larangan-larangan bagi ormas.

"Apabila mereka melakukan tindakan tersebut, kita juga harus melihat apakah itu dilakukan oleh perseorangan atau lembaga," katanya.

Kelima, ada 35 orang pengurus dan anggota FPI yang pernah terlibat terorisme dan 29 orang telah dipidana. Disamping itu 206 orang terlibat pidana umum dan 100 telah dipidana.

Baca Juga: Kecam Penghina Parodi Lagu 'Indonesia Raya', Mantan Ketua BIN: Mabuk oleh Mimpinya, Tidak Tahu Malu

"Ini lucu, itu sama saja kalau kita mengatakan bahwa ada puluhan orang dari partai politik A yang terlibat tindak pidana dan sudah dipidanakan atau divonis, kenapa tidak dipermasalahkan?" katanya.

"Kenapa hanya tentang terorisme saja, padahal masih banyak extraordinary crime lain yang harus dipermasalahkan, seperti korupsi misalnya, kenapa tidak ada pikiran untuk membubarkan partai politiknya?" sambungnya.

Menurutnya, jika mereka benar melakukan perbuatan itu, merupakan tanggung jawab individual mereka, kecuali bisa dibuktikan bahwa itu adalah ideologi atau perintah dari organisasi.

Halaman:

Editor: Yuni

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x