PR BOGOR - Pulau Jawa mengalami suhu udara yang lebih dingin akhir-akhir ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa penyebabnya bukanlah fenomena Aphelion. Musim dingin di Australia, monsun Australia, dan tutupan awan di langit Indonesia adalah faktor utama. Apa itu Aphelion?
Muhamad Iid Mujtahiddin, Observer dan Forecaster BMKG Bandung, menjelaskan bahwa Aphelion adalah saat bumi berada di posisi terjauh dari Matahari.
"Aphelion adalah saat bumi berada pada posisi atau jarak terjauh dari matahari, yakni 152,1 juta km," katanya kepada pikiran-rakyat.com pada 16 Juli 2024.
Fenomena ini terjadi karena orbit bumi berbentuk elips dengan kelonjongan sekitar 1/160, bukan lingkaran sempurna.
Orbit bumi yang elips menyebabkan bumi berada pada posisi terjauh dari matahari setiap tahunnya. "Bumi terus berputar dan berevolusi selama setahun, sehingga mencapai 365 derajat. Ini adalah posisi terjauhnya," ujar Iid.
Aphelion selalu terjadi pada bulan Juli setiap tahunnya, menjadikannya fenomena astronomis tahunan. "Rata-rata, Aphelion terjadi pada Juli setiap tahunnya," tambahnya.
Apakah Aphelion Berdampak bagi Perubahan Cuaca di Bumi?
Iid menegaskan bahwa Aphelion tidak memiliki dampak signifikan terhadap bumi secara keseluruhan. "Tidak ada dampak yang signifikan terhadap bumi, terutama terhadap cuaca. Apalagi jika dikaitkan dengan suhu dingin," jelasnya.
Senada dengan Iid, Prof. Husin Alatas, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bidang Fisika Teori, menyatakan bahwa Aphelion memiliki dampak kecil terhadap cuaca bumi.
"Cuaca ekstrem yang dapat menimbulkan dampak kesehatan seperti gejala batuk dan pilek kecil kemungkinannya disebabkan oleh posisi bumi dari matahari," ujarnya.